RSS

Arsip Bulanan: Maret 2011

Hikmah diturunkan al-Quran secara beransur-ansur


Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Hikmah Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur itu ialah:Hikmah diturunkan Al Quran

1.  Agar lebih mudah difahami dan dilaksanakan. Orang tidak akan melaksanakan suruhan, dan larangan sekiranya suruhan dan larangan itu diturunkan sekaligus banyak. Hal ini disebutkan oleh Bukhari dan riwayat ‘Aisyah r.a.

2.  Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan permasalahan pada waktu itu. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al Qur’an diturunkan sekaligus. (ini menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh dan mansukh).

3.  Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh di hati.

4.  Memudahkan penghafalan. Orang-orang musyrik yang telah menayakan mengapa Al Qur’an tidak diturunkan sekaligus. sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an ayat (25) Al Furqaan ayat 32, yaitu:

….mengapakah Al Qur’an tidak diturunkan kepadanya sekaligus

…Kemudian dijawab di dalam ayat itu sendiri:

…demikianlah, dengan (cara) begitu Kami hendak menetapkan hatimu…

5.  Di antara ayat-ayat ada yang merupakan jawaban daripada pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau perbuatan, sebagai dikatakan oleh lbnu ‘Abbas r.a. Hal ini tidak dapat terlaksana kalau Al Qur’an diturunkan sekaligus.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Maret 31, 2011 inci Sejarah Al Qur'an

 

Taujih 5 : Siap Bekerja Keras dan Berlama-lama Dalam Berinteraksi dengan Al-Qur’an


11th Century North African Qur’an in the Briti...

Image via Wikipedia

“Hudzaifah Ibnul Yaman menjelaskan pengalamannya dalam bermujahadah bersama Rasulullah. ‘Pada suatu malam aku shalat bersama Rasulullah mulai dengan membaca surah Al-Baqarah. Hatiku berkata, ‘beliau akan ruku’ pada ayat ke-100′. Namun kemudian beliau melanjutkannya. Hatiku berkata lagi ‘barangkali beliau akan menghabiskan satu surah kemudian ruku’. Ternyata beliau melanjutkannya dengan menghabiskan surah An-Nisa. Begitulah perasaanku selalu berkata. Ternyata beliau melanjutkannya dengan surah Ali ‘Imran. Tiga surah di atas (yang hampir sama dengan 5,5 juz) dibacanya dengan tartil. Jika membaca ayat yang terdapat perintah tasbih beliau bertasbih. Jika membaca ayat yang memerintahkan untuk berdoa beliau berdoa. Begitu juga jika ayatnya memerintahkan untuk meminta perlindungan, Rasulullah berdoa meminta perlindungan. Kemudian belia ruku’, dan ternyata panjang ruku’nya hampir sama dengan lama berdirinya. Begitu juga saat i’tidal dan sujud.” (HR. Muslim)

Bagaimana perasaan kita pada saat membaca hadits ini? Apakah terobesesi untuk mencobanya walaupun sekali seumur hidup? Atau kita menganggap hadits ini sekedar sekilas info saja dan kita pesimistis untuk bisa melakukannya? Padahal Allah telah memberikan kita berbagai macam daya dukung lahir dan batin. Al-Qur’an dan As-Sunnahlah yang dapat menjadikan kita mampu melaksanakannya.
Nilai tarbiyah yang terkandung di dalam kisah tersebut:

  1. Jika belum tergugah untuk melaksanakannya, berazzamlah untuk melaksanakannya walaupun hanya sekali seumur hidup. Tabiat orang shalih adalah selalu ingin segera melaksanakan amal shalih, apalagi jika mala tersebut belum pernah dilaksanakan sebelumnya.
  2. Kekuatan dan keteguhan Rasulullah Saw dan para Shahabat dalam berda’wah dan berjihad serta memberikan kontribusi untuk Islam dan umatnya sangat ditentukan oleh kekuatan dan keteguhan dalam beribadah kepada Allah Swt dan beramal shalih dengan semua cabangnya.

Untuk dapat mencintai dan berinteraksi dengan Al-Qur’an diperlukan mujahadah sebagai berikut:

  1. Banyak beribadah, khususnya shalat.
    Al-Qur’an adalah Kalamullah (wahyu Allah) sehingga jiwa yang tidak dekat dengan Allah Swt tidak akan sejalan dan menyatu dengan ruh Al-Qur’an. Read the rest of this entry »
 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Maret 31, 2011 inci Motivasi Qur'ani

 

Tag:

Cara-Cara Al Qur’an diwahyukan


Al Qur'an KitabullahNabi Muhammad s.a.w. dalam hal menerima wahyu mengalami bermacam-macam cara dan keadaan. di antaranya:

  1. Malaikat memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam hal ini Nabi s.a.w. tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam kalbunya. Mengenai hal ini Nabi mengatakan: “Ruhul qudus mewahyukan ke dalam kalbuku”, (lihat surah (42) Asy Syuura ayat (51).
  2. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.
  3. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya loceng. Cara inilah yang amat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat, meskipun turunnya wahyu itu di musim dingin yang sangat. Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang mengendarai unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit: “Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya bercucuran seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu, barulah beliau kembali seperti biasa”.
  4. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang laki-laki seperti keadaan no. 2, tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli. Hal ini tersebut dalam Al Qur’an surah (53) An Najm ayat 13 dan 14.

Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya pada kali yang lain (kedua). Ketika ia berada di Sidratulmuntaha.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Maret 30, 2011 inci Sejarah Al Qur'an

 

Taujih 4 : Menjawab dengan Segera Waswas (Bisikan) Syaitan Saat Berinteraksi dengan Al-Qur’an


Own Photograph

Image via Wikipedia

Apabila kamu membaca Al Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. (QS. An-Nahl [16]:98)

Dari kesimpulan penafsiran Imam Ibnul Qayyim terhadap ayat di atas, dinyatakan bahwa tak ada pekerjaan manusia yang akan mendapat gangguan syaitan yang lebih besar dan dahsyat daripada kegiatan bersama Al-Qur’an. Godaan itu antara lain:

  1. Waswas syaitan bagi pengajar Al-Qur’an.
    Godaannya adalah “Berhentilah mengajar Al-Qur’an karena kegiatan itu tidak menjanjikan kekayaan, melainkan hidup dalam kemiskinan!” Seakan-akan bahwa dengan mengajarkan Al-Qur’an, maka manusia akan menjadi miskin dan jika meninggalkannya akan menjadi kaya. Bila tiap pengajar tunduk dengan waswas tersebut, akan hancurlah umat ini karena semakin sedikit generasi berikutnya yang mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar.
    Untuk mengatasinya, yakinilah bahwa pemberi rezeki sesungguhnya hanya Allah Swt, bukan manusia. Kemudian berpikirlah untuk mencari usaha yang halal, tanpa harus meninggalkan tugas mengajar Al-Qur’an. Perlu dijaga kesinergian antara 2 hal tersebut karena sama pentingnya di sisi Allah Swt dan jika dipadukan insya Allah akan memberikan keberkahan.
  2. Waswas syaitan bagi pembaca Al-Qur’an.
    Godaannya adalah menunda-nunda bagian juz yang harus dibaca pada sebuah masa tertentu. Walaupun sudah mulai membaca, timbul waswas perasaan sudah terlalu lama bersama Al-Qur’an atau tiba-tiba tidak dapat berkonsentrasi, atau harus segera menyelesaikan tugas-tugas yang lain. Demikian pula waswas seakan-akan tidak ada wakut untuk tilawah Al-Qur’an.
    Sebagai solusinya, carilah jawaban dari dalam diri sendiri, contohnya: 

    • Kita kecam diri sendiri: “Mengapa untuk kegiatan yang lain tersedia waktu yang cukup sedangkan untuk bertilawah Al-Qur’an tidak ada waktu?” Persoalan sesungguhnya sebenarnya bukanlah ada-tidaknya waktu, tetapi adakah kemauan dari dalam diri kita untuk menyempatkannya atau tidak?
    • Bila tak mampu berkonsentrasi, berhentilah sejenak, tanyakan pada diri: “Sudah berapa lamakah kita ber-tilawah? Sudahkah kita merasa dinasehati oleh Allah dengan apa yang kita baca?” Jika belum, mulailah dengan konsentrasi baru dan memandang ayat-ayat Al-Qur’an sebagai pesan langsung dari Allah Swt kepada kita yang harus dihayati, dan jika tidak melakukannya maka kita rugi besar. Sekian tahun rajin membaca Al-Qur’an tetapi selama itu pula kita belum merasakan ruh dan nikmatnya Al-Qur’an.
  3. Waswas syaitan bagi penghafal Al-Qur’an.
    Godaannya adalah bahwa aktivitas menghafal Al-Qur’an ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Timbul rasa pesimis dalam menghafal. Sebetulnya hanya satu keinginan syaitan: “Berhentilah saat ini juga untuk menghafal Al-Qur’an!”
    Sebagai solusinya, antara lain 

    • Kita tanyakan pada diri sendiri: “Apa motivasi yang terngiang saat dahulu mulai menghafal?” Beberapa motivasi yang mungkin menjadi jawaban antara lain:
      • Ingin membersihkan kehidupan masa lalu yang kotor dan kelam penuh maksiat, kegiatan menghafal Al-Qur’an menjadi bentuk taubatannasuha kepada Allah Swt.
      • Ingin mendalami agama Islam lebih jauh, sesuai ungkapan salafush shalih: “Tidak disebut seorang itu alim kecuali jika ia telah hafal Al-Qur’an.”
      • Ingin memanfaatkan masa remaja yang produktif dengan kegiatan yang dapat dikenang saat dewasa.
    • Segeralah bergaul dengan orang-orang yang sedang menghafal Al-Qur’an agar tidak merasa sendiri dalam ber-mujahadah dan bersabar dengan Al-Qur’an dan mengetahui bahwa begitu banyak orang yang lebih bersemangat dan tahan banting.
  4. Waswas syaitan bagi orang yang memahami Al-Qur’an.
    Godaannya adalah berpindah-pindah kegiatan. Saat membaca tasfir malah ingin tilawah dan demikian pula sebaliknya. Lalu menyepelekan kegiatan yang satu karena larut dalam kegiatan yang lain, misal meremehkan orang yang menghafal karena sedang mempelajari sebuah tafsir dan meyakini bahwa hanya dengan mempelajari tafsirlah metode interaksi yang paling baik dengan Al-Qur’an. Beberapa solusinya antara lain: 

    • Sadarilah bahwa hakikat interaksi dengan Al-Qur’an mencakup membaca, menghafal dan memahami, berniatlah membaca dan menghafal saat memahami Al-Qur’an. Jangan remehkan orang yang membaca dan menghafal saat kita memahami Al-Qur’an karena tiap kegiatan ada fadhillah-nya.
    • Sadarilah bahwa hakikat berinteraksi dengan Al-Qur’an adalah harus memiliki waktu-waktu yang terbagi secara baku. Misal dalam satu pekan tiap hari tilawah, tiap tiga hari sekali membaca tafsir dan sehari sepekan menghafal. Jika bisa istiqamah, niscaya akan dirasakan perkembangannya dari segi wawasan, keimanan, pemikiran dan mentalitas. Pasti akan sangat berbeda jika dibandingkan dengan kegiatan berinteraksi dengan Al-Qur’an dalam bentuk membacanya saja.
 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Maret 30, 2011 inci Motivasi Qur'ani

 

Tag:

Taujih 3 : Belajar dari Mukmin yang Tinggi Semangat Berjihadnya


A green version of http://commons.wikimedia.or...

Image via Wikipedia

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah [9]:111)

Umumnya ayat tersebut sering dibahas berkaitan dengan motivasi berjihad di jalan Allah. Namun pada tulisan ini kami ingin mengajak kita semua untuk memahaminya dari sisi yang lain, yaitu yang menggambarkan keyakinan yang sedalam-dalamnya dalam diri orang -orang yang beriman terhadap nikmat dan keindahan surga. Keyakinan itulah yang memotivasi siapapun untuk bersusah payah dalam berjihad demi keyakinannya terhadap surga yang telah dijanjikan Allah Swt.
Beberapa mujahid yang keyakinannya terhadap surga begitu tinggi antara lain:

  • Abu Thalhah Ra, walau berusia 90 tahun tetap memacu dirinya untuk berjihad.
  • ‘Umair bin Al-Humam Ra yang segera menghentikan makannya karena tidak sabar ingin berjihad pada perang Badar.
  • Hanzhalah Ra yang segera bergegas berangkat berjihad sehingga lupa mandi junub, lalu ketika para sahabat melihat ada tetesan air keluar dari telinga jasadnya, Rasulullah menjelaskan bahwa jenazahnya telah dimandikan oleh para malaikat.

Dari manakah semangat juang luar biasa ini? Semangat itu berasal dari kerinduan terhadap surga yang dijanjikan oleh Allah Swt.

  1. Jika saat ini kita telah dikaruniai oleh Allah kedekatan dengan Al-Qur’an – apakah dengan membaca, menghafal, mengajarkannya atau mengkajinya dan lain sebagainya – tantangannya adalah bagaimana bisa bertahan dalam karunia Allah Swt itu dalam kurun waktu yang panjang, bahkan sampai akhir hayat. Jawabannya adalah kembali kepada harapan apa yang selalu kita rindukan dari Allah Swt.
  2. Bila saat ini kita aktif dalam kegiatan berinteraksi dengan Al-Qur’an, tanyakan pada diri kita masing-masing: keyakinan apakah yang sesungguhnya melatarbelakangi kegiatan ini sehingga harus dipertahankan sedemikian rupa? Read the rest of this entry »
 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Maret 29, 2011 inci Motivasi Qur'ani

 

Tag:

Mengenal Syaikh Sayyid Sabiq


Sayyid Sabiq

Syaikh Sayyid Sabiq

Syaikh Sayyid Sabiq dilahirkan tahun 1915 H di Mesir dan meninggal dunia tahun 2000 M. Ia merupakan salah seorang ulama al-Azhar yang menyelesaikan kuliahnya di fakultas syari’ah. Kesibukannya dengan dunia fiqih melebihi apa yang pernah diperbuat para ulama al-Azhar yang lainnya. Ia mulai menekuni dunia tulis-menulis melalui beberapa majalah yang eksis waktu itu, seperti majalah mingguan ‘al-Ikhwan al-Muslimun’. Di majalah ini, ia menulis artikel ringkas mengenai ‘Fiqih Thaharah.’ Dalam penyajiannya beliau berpedoman pada buku-buku fiqih hadits yang menitikberatkan pada masalah hukum seperti kitab Subulussalam karya ash-Shan’ani, Syarah Bulughul Maram karya Ibn Hajar, Nailul Awthar karya asy-Syaukani dan lainnya.

Syaikh Sayyid mengambil metode yang membuang jauh-jauh fanatisme madzhab tetapi tidak menjelek-jelekkannya. Ia berpegang kepada dalil-dalil dari Kitabullah, as-Sunnah dan Ijma’, mempermudah gaya bahasa tulisannya untuk pembaca, menghindari istilah-istilah yang runyam, tidak memperlebar dalam mengemukakan ta’lil (alasan-alasan hukum), lebih cenderung untuk memudahkan dan mempraktiskannya demi kepentingan umat agar mereka cinta agama dan menerimanya. Beliau juga antusias untuk menjelaskan hikmah dari pembebanan syari’at (taklif) dengan meneladani al-Qur’an dalam memberikan alasan hukum.

Juz pertama dari kitab beliau yang terkenal “Fiqih Sunnah” diterbitkan pada tahun 40-an di abad 20. Ia merupakan sebuah risalah dalam ukuran kecil dan hanya memuat fiqih thaharah. Pada mukaddimahnya diberi sambutan oleh Syaikh Imam Hasan al-Banna yang memuji manhaj (metode) Sayyid Sabiq dalam penulisan, cara penyajian yang bagus dan upayanya agar orang mencintai bukunya.

Setelah itu, Sayyid Sabiq terus Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Maret 28, 2011 inci Mengenal Tokoh Islam

 

Tag:

Tafsir Al Fatihah


Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Sejak dahulu sudah menjadi kebiasaan di kalangan umat manusia bahwa ‎pekerjaan-pekerjaan penting selalu dimulai dengan menyebut nama para ‎pembesar mereka untuk mendapat berkah darinya. Umpamanya, para penyembah ‎patung atau berhala, mencari berkah dengan nama atau dengan kehadiran para ‎kepala negara. Akan tetapi, Zat yang lebih besar diantara segala sesuatu yang ‎besar adalah Allah Swt dimana kehidupan segala sesuatu yang hidup ini bermula ‎dari-Nya.‎

Bukan hanya kitab alam semesta, akan tetapi kitab syareat, yaitu Al-Quran dan ‎semua kitab samawi dimulai dengan nama-Nya. Islam mengajarkan kepada kita ‎agar pekerjaan-pekerjaan kita, yang kecil dan yang besar, makan dan minum, tidur ‎dan bangun, bepergian dan menaiki kendaraan, berbicara dan menulis, kerja dan ‎usaha, dan seterusnya hendaknya kita mulai dengan menyebut nama Allah ‎‎(Bismillah).‎

Jika seekor binatang disembelih tanpa menyebut nama Allah, maka kita dilarang ‎memakan daging binatang tersebut. Kata-kata “Bismillah” tidak terbatas pada ‎agama Islam saja. Menurut ayat-ayat Al-Quran, kapal Nabi Nuh as juga bergerak ‎diawali dengan kalimat “Bismillah.” Begitu juga surat Nabi Sulaiman as kepada ‎Ratu Balqis. “Bismillah adalah sebuah ayat lengkap, dan bagian dari Surat Al-‎Fatihah.‎

Oleh sebab itu, Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Maret 28, 2011 inci Tafsir Al Qur'an

 

Tag:

Mengenal Muhammad Nashiruddin Al-Albani


Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin al-Haj Nuh al-Albani (lahir di Shkoder, Albania; 1914 / 1333 H – meninggal di Yordania; 1 Oktober 1999 / 21 Jumadil Akhir 1420 H; umur 84–85 tahun) adalaMuhammad Nashiruddin Al-Albanih salah seorang ulama Islam di era modern yang dikenal sebagai ahli hadits. Ia dibesarkan di tengah keluarga yang tak berpunya lantaran ketekunan dan keseriusan mereka terhadap ilmu, khususnya ilmu agama dan ahli ilmu (ulama). Ayah al-Albani, yaitu al-Haj Nuh, adalah lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu syariat di ibu kota negara Turki Usmani (yang kini menjadi Istanbul). Ia wafat malam Sabtu, 21 Jumada Tsaniyah 1420 H, atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999.

Pendidikan

Ketika Raja Ahmet Zogu naik tahta di Albania dan mengubah sistem pemerintahan menjadi pemerintah sekuler, Syeikh Nuh amat mengkhawatirkan dirinya dan diri keluarganya. Akhirnya, ia memutuskan untuk berhijrah ke Syam (Suriah, Yordania dan Lebanon sekarang). Ia sekeluarga pun menuju Damaskus.

Setiba di Damaskus, Syeikh al-Albani kecil mulai aktif mempelajari Bahasa Arab. Ia masuk madrasah yang dikelola Jum’iyah al-Is’af al-Khairiyah hingga kelas terakhir tingkat Ibtida’iyah. Selanjutnya, ia meneruskan belajarnya langsung kepada para syeikh ulama. Ia mempelajari al-Qur’an dari ayahnya sampai selesai, selain mempelajari pula sebagian fiqih madzhab, yakni madzhab Hanafi, dari ayahnya. Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Maret 28, 2011 inci Mengenal Tokoh Islam

 

Tag:

Taujih 2 : Sudahkah Anda Memiliki Iman yang Cukup untuk Berinteraksi dengan Al-Qur’an?


The name of الله Allāh, written in Arabic call...

Image via Wikipedia

Apapun bentuk interaksi kita dengan Al-Qur’an membutuhkan modal utama berupa iman yang kuat kepada Allah Swt. Sebaliknya, kedekatan kita dengan Al-Qur’an merupakan indikator keimanan yang baik.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah bergetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal. (QS Al-Anfal [8]:2)

Untuk merintis peningkatan keimanan, ada beberapa langkah yang dapat ditempuh sebagai berikut.

  1. Mulailah belajar tentang Islam.
    Sadarilah bahwa Islam adalah agama pengetahuan. Belajar tentang Islam bagi orang beriman jangan pernah berhenti dan merasa selesai. Hal ini mengingat luasnya ilmu Islam itu sendiri dan beragamnya amal shalih yang harus kita lakukan, padahal setiap amal memerlukan ilmu dan iman tersendiri.
  2. Apalah arti ilmu jika tidak menghasilkan amal? Read the rest of this entry »
 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Maret 28, 2011 inci Motivasi Qur'ani

 

Tag:

Kisah Muslimah dalam Menghafal Al-Qur’an


11th Century North African Qur’an in the Briti...

Image via Wikipedia

Pengalaman Ummu Zayid, ia menuturkan, “Alhamdulillah, sesuai dengan kemuliaan wajah-Nya dan keagungan kuasa-Nya, aku telah khatam menghafal Al Qur’an. Berikut pengalamanku, dan aku menghadiahkannya kepada kalian.

Bismillaahirrahmaanirrahiim…

Segala puji bagi Allah, pujian yang sebanyak-banyaknya, sesuai dengan kemuliaan wajah-Nya dan keagungan kuasa-Nya. Wa Ba’d. Ini adalah masa-masa indah yang berlalu dengan segala kisah yang ada di dalamnya. Dan, inilah mimpi yang menjadi kenyataan; dan kenangan yang selalu menghampiriku.

Perlu diketahui bahwa sesungguhnya tujuan terbesarku adalah hafal surat Al-Baqarah dan Ali Imran. Demi Allah, sekali-kali kalian tidak akan percaya bahwa sebenarnya aku adalah orang yang tidak memiliki kesabaran untuk menghafal Al-Qur’an secara keseluruhan. Hal itu disebabkan karena aku menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang mustahil dan sangat susah untuk diwujudkan. Dan saat itu, aku masih hidup dengan mempertahankan tujuan yang ingin aku wujudkan sebelumnya, yaitu hafal surat Al-Baqarah dan surat Ali Imran. Dan aku menganggap bahwa kedua surat itu adalah adalah surat Al-Qur’an yang paling sulit (untuk dihafal); dan aku juga beranggapan bahwa sepertinya sulit sekali untuk mempertahankan hafalan tersebut dalam waktu yang lama. Subhanallah, tak terasa sudah tujuh tahun aku mempertahankan hafalan kedua surat tersebut.

Ketika bulan Ramadhan datang, tiba-tiba suamiku mengejutkanku bahwa ia akan beri’tikaf selama 15 hari terakhir Ramadhan di masjidil Haram. Tentu kalian mengerti tentang kesulitan yang menimpaku, karena aku akan ditinggal sendirian bersama anak-anakku. Kami tinggal di daerah yang jauh dari keluarga, sedang para tetangga di sini semuanya menutup pintu rumahnya (tidak peduli dengan urusan tetangganya). Aku merasa gembira karena suamiku akan beri’tikaf. Akan tetapi, manfaat apa yang dapat kupetik dalam kesendirianku ini?

Ketika waktunya telah tiba dan suamiku pergi untuk beri’tikaf, maka aku merasakan pahitnya kesendirian yang sebenarnya. Kemudian, aku mengangkat tanganku kepada Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, lalu aku berdoa kepada-Nya dengan doa orang yang tertimpa kesulitan, sedang air mata pun mengalir deras membasahi pipiku, “wahai Rabbku, Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Curahkanlah kepadaku rezeki yang berupa teman-teman yang shalihah, yang lebih baik dari aku. Sehingga, aku bisa meneladani mereka. Ya Allah, berikanlah aku sebaik-baik teman.”
Sungguh, doaku segera dikabulkan oleh Rabb yang Maha Pengasih. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Dia telah berfirman dalam kitab-Nya :

“…Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu…” (Al Mu’min : 60)

Ketika aku duduk di depan komputer Read the rest of this entry »

 
1 Komentar

Ditulis oleh pada Maret 27, 2011 inci Kisah Qur'ani

 

Tag: