RSS

Arsip Tag: Taujih Ust. Abdul Aziz Abdul Rauf

TAUJIH 17 : Merayu Diri Agar Mencintai Al-Qur’an


Allah in Arabic, with drop shadow

Image via Wikipedia

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku” (QS Al-Fajr [89]:27-30)

Ungkapan lembut tersebut adalah rayuan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang juga disertai ajakan yang provokatif. Bagaimana mungkin kita tidak tergiur dengan rayuan semacam itu?
Kita bisa bekerja dengan keras saat jiwa kita sedang asyik dengan Al-Qur’an. Tetapi di saat yang lain, kita mungkin mengalami kondisi keengganan yang besar, jangankan disuruh menghafal, sekedar melihat mushaf pun sangat tidak siap. Untuk kondisi seperti itu, kita perlu merayu diri sendiri, merenungi kehidupan diri kita sendiri sambil mencari bahasa apa yang dapat membangkitkan energi kita untuk kembali bekerja: meraih cita-cita hidup bersama Al-Qur’an.
Berbagai permasalahan umum pada diri kita saat berinteraksi dengan Al-Qur’an antara lain:

  1. Kita sadar sepenuhnya bahwa tilawah setiap hari adalah keharusan, tetapi jiwa kita belum siap untuk komitmen secara rutin sehingga dalam sebulan, begitu banyak hari-hari yang terlewatkan tanpa tilawah Al-Qur’an.
  2. Kita paham bahwa menghafal Al-Qur’an adalah kemuliaan yang besar manfaatnya, tetapi jiwa kita belum siap untuk meraihnya dengan mujahadah.
  3. Kita sadar bahwa masih banyak ayat yang belum kita pahami, namun jiwa kita tidak siap untuk melakukan berbagai langkah standar minimal untuk dapat memahami isi Al-Qur’an.
  4. Kita sadar bahwa mengajarkan Al-Qur’an sangat besar fadhillahnya, tetapi karena minimnya apresiasi dan penghargaan ummat terhadap para pengajar Al-Qur’an maka sangat sedikit yang siap menjadi pengajar Al-Qur’an.
  5. Kita paham bahwa shalat yang baik – khususnya shalat malam – adalah shalat yang panjang dan sebenarnya kita mampu membaca sekian banyak ayat, namun jiwa kita kadang tidak tertarik terhadap besarnya fadhillah membaca Al-Qur’an di dalam shalat.
  6. Kita sadar bahwa dakwah dijamin oleh nash Al-Qur’an dan Allah Swt akan memberikan kemenangan, namun jiwa kita tidak sabar dengan prosesnya yang panjang sehingga cenderung meninggalkan atau lari dari medan dakwah.
  7. Kita paham betul bahwa banyak keutamaan di dunia dan akhirat bagi manusia yang berinteraksi dengan Al-Qur’an, tetapi fadhillah tersebut hanya menjadi pengetahuan, tidak mampu menghasilkan energi yang besar untuk beristiqamah dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an.
  8. Kita paham dengan sangat jelas bahwa semua tokoh Islam di atas bumi ini adalah orang-orang yang telah berhasil dengan ilmu Al-Qur’an dan merekapun menguasai kehidupan dunia, namun jiwa kita enggan mempersiapkan generasi mendatang yang hidupnya berada di bawah naungan Al-Qur’an.

Jangan pernah berhenti untuk merayu diri agar segera bangkit. Tanyakanlah pada diri kita:

  1. Wahai diri, tidakkah kamu malu kepada Allah Swt? Mengaku cinta kepada Allah Swt tetapi tidak merasa senang berinteraksi dengan Kalam-Nya. Bukankah ketika manusia cinta dengan manusia lain, ia menjadi senang membaca suratnya bahkan berulang-ulang? Mengapa kamu begitu berat dan enggap untuk hidup dengan wahyu Allah Swt? Adakah jaminan bahwa kamu mendapat pahala gratis tanpa beramal shalih? Dengan apa lagi kamu mampu meraih pahala Allah Swt? Infak cuma sedikit, jihad belum siap, kalau tidak dengan Al-Qur’an, dengan apa lagi?
  2. Wahai jiwaku, siapa yang menjamin keamanan dirimu saat gentingnya suasana akhirat? Padahal Rasulullah Saw menjamin bahwa Allah Swt akan memberikan keamanan bagi manusia yang rajin berinteraksi dengan Al-Qur’an, mulai dari sakaratul maut hingga saat melewati shirat.
  3. Wahai jiwaku, tidakkah kamu malu kepada Allah Swt? Dengan nikmat-Nya yang demikian banyak, yang diminta maupun tidak, tidakkah kamu bersyukur kepada-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an?
  4. Wahai jiwaku, sadarkah kamu ketika Allah Swt dan Rasulnya mengajak dirimu memperbanyak hidup bersama Al-Qur’an? Untuk siapakah manfaat amal tersebut? Apakah kamu mengira bahwa dengan banyak membaca Al-Qur’an maka kemuliaan Allah dan Rasul-Nya menjadi bertambah? Dan sebaliknya, jika kamu tidak membaca Al-Qur’an, kemuliaan itu berkurang? Sekali-kali tidak. Semua yang kita baca dan lakukan, kitalah yang paling banyak mendapatkan manfaatnya.
  5. Wahai jiwa, tidakkah kamu merasa khawatir dengan dirimu sendiri? Selama ini hidup tanpa al-Qur’an, jatah usia makin sedikit, tabungan amal shalih masih sedikit, jaminan masuk surga tak ada di tangan. Sampai saat ini belum mampu tilawah rutin satu juz per hari, jangan-jangan Al-Qur’anlah yang tidak mau bersama dirimu karena begitu kotornya dirimu sehingga Al-Qur’an selalu menjauh dari dirimu.
  6. Wahai jiwa, tidakkah engkau tergiur untuk mengikuti kehidupan Rasulullah Saw dan para sahabat serta tabiin yang menjadi kenangan sejarah sepanjang zaman dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an? Jika hari ini kamu masih enggan berinteraksi dengan Al-Qur’an apa yang akan dikenang oleh generasi yang akan datang tentang dirimu?

Ungkapan di atas adalah perenungan terhadap diri sendiri dalam urusan dunia dan akhirat, hal yang dianjurkan oleh Allah Swt agar hidup kita tidak berlalu begitu saja tanpa makna.

“….Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-nya kepadamu supaya kamu berpikir. Tentang dunia dan akhirat…” (QS Al-Baqarah [2]: 219-220)

 
1 Komentar

Ditulis oleh pada April 12, 2011 inci Motivasi Qur'ani

 

Tag:

TAUJIH 16 : Jangan Suka Memvonis Diri


“Dan mereka berkata: ‘Hati kami tertutup’. Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk hati mereka karen keingkaran mereka. Maka sedikit sekali mereka yang beriman.” (QS Al-Baqarah [2]:88)

Sikap suka memvonis diri bertolak belakang dengan tawadlu untuk membuka diri terhadap dakwah. Ketika dakwah Rasulullah ditanggapi kaum Yahudi dengan “Saya tidak mungkin mampu menerima da’wah ini, karena hati saya sudah tertutup” berarti mereka bukan saja jauh dari hidayah Al-Qur’an bahkan Allah Swt melaknat sikap kufur tersebut dan mereka jauh untuk menjadi manusia yang beriman.

Berinteraksi dengan Al-Qur’an, apapun bentuknya – bertilawah, menghafal, mentadabburkan, mengajarkan atau memahaminya – tanpa didukung oleh keimanan yang memadai akan menyebabkan jiwa merasa berat, susah, repot, dsb. Keimanan yang telah Allah karuniakan kepada kita hendaknya dijadikan modal utama untuk dapat hidup bersama Al-Qur’an.

Ungkapan-ungkapan bernada pesimis yang keluar di alam bawah sadar kita akan menjadi suatu vonis yang “mematikan” dan menjadikan diri kita berada di dalam kondisi kelemahan total. Jangankan untuk melakukan upaya berinteraksi dengan Al-Qur’an, sekedar keinginan saja tidak mungkin terjadi dalam diri kita sekalipun kita sudah beriman.

Kita harus optimis dan membantah ungkapan-ungkapan tersebut agar keluar dari kungkungan ketidakberdayaan diri yang sesungguhnya berasal dari diri kita sendiri. Berikut contohnya:

1. Bantahan terhadap vonis diri: “Ah, ana sih tidak bakat”
Berinteraksi dengan Al-Qur’an bukan masalah bakat atau tidak bakat. Ia adalah kebutuhan hidup orang beriman, sebagaimana tubuh butuh makan, minum dan tidur. Bakat biasanya berkaitan dengan keterampilan seperti menjahit, atau olah raga seperti juara bulutangkis. Mustahil kalau kita tak siap shalat 5 waktu dan tidak shaum karena alasan tidak bakat. Permasalahan sesungguhnya biasanya terkendala oleh pola pikir yang salah sehingga menghasilkan penyikapan yang salah pula.

2. Bantahan terhadap vonis diri: “Ah, ana sih memang ditakdirkan gak bakalan mampu menghafal”
Takdir adalah kehendak Allah Swt. Dari mana kita tahu bahwa Allah Swt telah menghendaki kita untuk tidak dapat berinteraksi dengan Al-Qur’an? Kalau hanya dari perasaan, itu artinya berburuk sangka kepada Allah Swt. Seharusnya syaitan yang kita jadikan kambing hitam, dan kita berlindung kepada Allah dari godaan syaitan. Atau kemungkinan lain, karena kita terlalu banyak dosa dan jiwa kita terlalu jauh dari kesucian. Jika itu penyebabnya, bertaubat dan mohonlah ampunan kepada Allah Swt. Lengkapilah dengan banyak berdzikir dan beramal shalih agar Allah Swt memberi kekuatan kepada diri kita untuk bisa mengatasi rasa malas, futur dan tak bergairah terhadap Al-Qur’an.

3. Bantahan terhadap vonis diri: “Bagaimana mungkin orang seperti ana yang sibuk seperti ini bisa menghafal Al-Qur’an”
Allah Swt menciptakan manusia dengan dibekali kemampuan yang sangat luar biasa untuk beradaptasi terhadap kehidupan. Artinya, sesibuk apapun kita, kalau kita mau dan bertekad kuat, insya Allah kita bisa melakukannya. Sudahkan kita mengakui bahwa berinteraksi dengan Al-Qur’an adalah sesuatu yang sangat penting dalam hidup ini? Kalau jawabannya ‘ya’ tetapi kita belum melakukannya artinya ada ketidaksesuaian antara hati dan lidah, entah hati yang berbohong atau lidah yang tak jujur.
Kita pasti akan menyempatkan diri untuk sesuatu yang kita anggap penting. Kalau menunggu “kalau sempat”, syaitan tak akan pernah membiarkan diri kita untuk sempat berinteraksi dengan Al-Qur’an. Kitalah yang harus menyempatkan diri, minimal 40 menit dari 24 jam per hari agar kita bisa khatam tiap bulan sekali.
Kalau kita mengakui kebenaran bantahan di atas, mulailah dari sesuatu yang paling mudah untuk dilakukan. Misal tilawah 5-10 halaman per hari, menghafal 1-1/2 halaman per pekan. Lalu perbanyaklah doa agar Allah Swt menolong kita untuk mampu dan bisa berinteraksi dengan Al-Qur’an dengan pola yang sebaik-baiknya. Semoga Allah Swt. melindungi kita dari hati yang dikunci mati karena kekafiran.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 11, 2011 inci Motivasi Qur'ani

 

Tag:

TAUJIH 15 : Jangan Merasa Takut Terhadap Keadaan Masa Depan


“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan ‘Tuhan kami adalah Allah’, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-Ahqaf [46]:13-14)

Bagi pribadi yang sedang mendekatkan diri dengan Al-Qur’an misalnya bertekad menjadi hafidz 30 juz, godaan yang sering menggelayuti adalah kekhawatiran terhadap masa depan, seperti maisyah, walimah, serta pertanyaan-pertanyaan bernada negatif yang lain. Ayat di atas menjelaskan bahwa tidak ada rasa takut dan sedhi bagi manusia yang berada di jalan Allah Swt. Ketika mau menghafal, motivasinya harus jelas dan motivasi itu harus terus diyakini.

Rasa takut dan khawatir biasanya disebabkan oleh mengambangnya visi dan misi serta kurangnya kepahaman terhadap bobot manfaat dari hafalan Al-Qur’an yang diperoleh. Tanpa disadari, perasaan kita telah dikuasai dan digelayuti oleh kecintaan berlebihan terhadap dunia. Seakan-akan kesuksesan itu hanya ditandai dengan uang dan materi yang banyak. Padahal kehidupan ini tidak terlepas dari sunnatullah bahwa setiap manusia ada yang diberi rezeki yang banyak dan ada pula yang mendapat sedikit – sekalipun keduanya sama-sama aktif mencarinya dan dengan jumlah jam yang sama pula.

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain, dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS As-Zukhruf [43]:32)

Peluang kehidupan yang baik tidak hanya dimiliki oleh orang-orang yang berduit saja. Berkacalah pada keadaan orang-orang yang berangkat berhaji. Ada yang hasil kerja keras, ada yang dari pemberian orang lain, ada pula yang dari hadiah dan lain sebagainya.
Begitulah potret kehidupan manusia, yang terpenting dalam memahami rezeki Allah Swt adalah melakukan berbagai macam upaya yang halal untuk meraihnya lalu bertawakkal kepada-Nya. Insya Allah kita akan hidup tenang dan tidak diperbudak oleh harta.

Langkah-langkah rinci:

  1. Yakinlah terhadap janji-janji Allah SWT kepada manusia yang senantiasa taat kepada-Nya dan isitqamah di jalannya bahwa Allah Swt telah memberi garansi kehidupan yang bahagia dan aman di dunia dan akhirat.
  2. Mantapkan keyakinan bahwa kita menghafal Al-Qur’an dengan satu cita-cita, yakni berdakwah di jalan Allah Swt.
  3. Berpikirlah untuk mencari maisyah yang sesuai dengan kondisi kita, yang dapat memadukan antara mencari rezeki dan melayani ummat. Usaha apapun yang berpegang pada prinsip tersebut insya Allah, Allah Swt akan memudahkan rezeki bagi kita.
  4. Bersikap qanaah terhadap rezeki Allah Swt, bersih dari sikap cinta dunia yang berlebihan dan sifat rakus.
  5. Memahami dengan baik hakikat ujian kehidupan dalam masalah rezeki. Artinya tidak setiap rezeki yang luas dan banyak didapatkan dan dirasakan oleh manusia berarti pasti menunjukkan kasih sayang Allah Swt kepadanya, demikian pula sebaliknya tidak setiap rezeki yang terbatas merupakan pertanda kebencian Allah Swt terhadap manusia.

“Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS Al-Ankabut [29]:62)

Semoga kita dapat berkonsentrasi secara utuh dalam berkhidmah untuk Al-Qur’an Kalamullah tanpa di-was-was-i oleh kekhawatiran yang tak berdasar.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 10, 2011 inci Motivasi Qur'ani

 

Tag:

TAUJIH 14 : Berbahagia Jika Kita Bersama Orang-orang Yang Sedikit


“Dan orang-orang yang paling dahulu (beriman), merekalah yang paling dahulu (masuk surga). Mereka itulah yang didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu. Dan segolongan sedikit dari orang-orang generasi terakhir.” (QS. Al-Waqi’ah [56]:10-14)

Kata qaliil (sedikit) di dalam Al-Qur’an banyak ditujukan kepada sekelompok manusia yang berkualitas dan memiliki kemampuan yang kuat dan keras untuk meningkatkan kualitas hidup, serta bersegera melakukan amal shalih. Contohnya mereka yang beriman kepada Nabi Nuh dan Nabi Musa yang persentase dan jumlahnya sangat sedikit.

Di balik niat untuk hafal 30 juz Al-Qur’an, kita perlu bertekad: “Aku siap bersama orang-orang yang qaliil“. Kita harus sabar, teguh, tak mudah putus asa karena apa yang akan diraih merupakan sesuatu yang besar dan berat perjuangannya dan tidak semua manusia siap untuk melakukannya.

Telah menjadi sunnatullah, bahwa sesuatu yang istimewa itu jumlahnya sedikit. Dari tujuh hari sepekan, hanya Jum’at yang istimewa, dari 12 bulan setahun hanya Ramadhan yang begitu istimewa, dari sekian jenis logam hanya emas yang paling diburu orang. Di balik sedikitnya orang yang siap untuk menghafal Al-Qur’an, kita perlu yakin bahwa kemuliaan dan keistimewaan itu adalah dari Allah Swt, bukan dari diri kita. Ucapan alhul jannah:

“Dan mereka berkata: ‘Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada surga (ini). Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami membawa kebenaran’. Dan diserukan kepaa mereka: ‘Itulah surga yang diwariskan kepadamu disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.”” (QS Al-A’raf [7]:43)

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 9, 2011 inci Motivasi Qur'ani

 

Tag:

TAUJIH 13 : Berlatih dengan Ekstrim


“Dan pada sebagian dari malam, maka bersujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari.” (QS Al-Insan [76]:26)

Melatih diri untuk berinteraksi dengan Al-Qur’an membutuhkan upaya-upaya yang ‘ekstrim’. Menurut kita sangat berat, padahal hal tersebut sudah biasa dilakukan para salafush shalih. Contohnya menghafal Al-Qur’an sebanyak enam ribu ayat dihafal luar kepala.

Contoh amalan lain yang dianggap ekstrim oleh manusia sekarang karena jarang dilakukan adalah:

  1. Melaksanakan shalat malam dengan durasi yang panjang. Untuk itu, sedikitkanlah tidur di waktu malam, banyaklah beristigfar, dan jauhkan lambung dari tempat tidur.
  2. Berjihad di jalan Allah Swt, walaupun kondisinya sangat berat.
  3. Mengubah suasana permusuhan dengan sesama saudara menjadi suasana akrab dan hangat, membalas kejahatan dengan kebaikan.
    • Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik sehingga orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan menjadi teman yang sangat setia.”(QS Fushshilat [41]:34)
  4. Menjaga pandangan mata di mana saja dan kapan saja terhadap lawan jenis yang bukan mahram.

Bila kita benar-benar ingin berinteraksi dengan Al-Qur’an, mari kita sambut contoh-contoh yang ada di dalam Al-Qur’an atau sunnah dengan semangat yang tinggi dan latihan yang ‘ekstrim’:

  1. Berlatih khatam Al-Qur’an sebulan sekali, lalu dua puluh hari sekali, lalu sepuluh hari sekali, sepekan sekali, hingga tiga hari sekali. Latihan ini juga untuk melatih kesabaran, kekuatan dan keteguhan untuk mencapai keinginan. Ketika kita melakukan sesuatu yang maksimal maka kita akan melihat yang minimal menjadi suatu yang sangat mudah dan terjangkau. Jika ingin hafal 30 juz, minimak sehari harus membaca lima juz.
  2. Berusahalah menjadi makmum qiyamullail yang panjang, minimal tiga juz atau lima juz.
  3. Berusahalah melaksanakan shalat malam sendiri dengan melatih diri membaca satu, dua, lalu tiga juz dan seterusnya. Latih diri dengan membaca mushaf hingga mampu menegakkan qiyamullail tanpa membaca mushaf.
  4. Hadirilah acara yang mengakrabkan diri kita dengan Al-Qur’an sebanyak mungkin. Pada umumnya jiwa yang belum terkondisi oleh suasana Al-Qur’an cenderung ingin menjauh dari ayat-ayat Al-Qur’an baik dari sisi suara, kajian, dsb.

Dengan berbagai upaya tersebut, maka kita dipaksa untuk dapat menikmati Al-Qur’an dan insya Allah dapat membuktikan janji Rasulullah Saw bahwa Al-Qur’an bagaikan hidangan yang lezat dari Allah Swt.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 8, 2011 inci Motivasi Qur'ani

 

Tag:

TAUJIH 12 : Kokohkan Tekad, Jangan Mudah Berubah Pikiran


“………Maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya……”(QS Fushshilat [41]:6)

Sikap istiqamah dan istighfar memiliki hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi. Dalam hal berinteraksi dengan Al-Qur’an, khususnya menghafal, sering ada gangguan yang menyebabkan kita berubah pikiran. Tadinya bersemangat dan sangat berkeinginan untuk menghafal Al-Qur’an, tiba-tiba kehilangan daya tarik untuk menyempurnakan keinginan menghafal Al-Qur’an yang selama ini diperjuangkan.

Kiat-kiat agar tak mudah berubah pikiran dan tetap memiliki keinginan yang terus hidup:

  1. Banyak berdoa kepada Allah Swt agar menetapkan dan meneguhkan hati kita, contohnya: “Ya Allah yang Maha Membolak-balik hati , tetapkan hatiku untuk terus menghafal kitab suci-Mu yang mulia”
  2. Menjaga dan memelihara lingkungan pergaulan. Bergaullah dengan para penghafal Al-Qur’an dan datangilah acara yang dihadiri para penghafal Al-Qur’an. Keinginan menghafal Al-Qur’an harus dipupuk bukan untuk dua atau lima tahun, tetapi untuk sepanjang hayat kita. Kita berharap saat bertemu dengan Allah Swt kelak, kita masih dalam kondisi terus mendekatkan diri dan berinteraksi dengan Al-Qur’an. Salah satu doa khatam Al-Qur’an:
    “Ya Allah jadikanlah Al-Qur’an ini bagi kami selama di dunia sebagai teman yang selalu bersama kami, di kubur sebagai penghibur, di hari kiamat sebagai pemberi syafaat, di atas shirat sebagai cahaya, ke Surga sebagai petunjuk dan sahabat, dan dari neraka sebagai penghalang dan penolak.”
  3. Membaca terus menerus hal-hal tentang fadhillah berinteraksi dengan Al-Qur’an, janji syafaat di hari kiamat, sejarah manusia yang sukses hidupnya bersama dengan Al-Qur’an dari Rasulullah Saw hingga manusia saat ini. Misalnya karya Yusuf Qardlawi atau Mustafa Al-Ghazali mengenai bagaimana berinteraksi dengan Al-Qur’an.
 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 7, 2011 inci Motivasi Qur'ani

 

Tag:

TAUJIH 11 : Jangan Merasa Takut Tidak Kebagian Rezeki


“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya apa yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan.”(QS Adz-Dzariyat [51]:22-23)

Rezeki adalah sumber kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, ada sebagian manusia yang walaupun rezekinya pas-pasan namun kehidupannya bahagia dan tenang (sakinah) karena mereka memiliki pemahaman yang benar tentang rezeki. Sementara tidak sedikit yang sebaliknya, gelisah, frustasi, bahkan mengalami penyimpangan aqidah karena kesalahan pemahaman tentang hakikat rezeki.

Penjelasan mengenai rezeki dari Al-Qur’an:

1. Rezeki adalah sesuatu yang menjadi kepastian yang telah ditetapkan Allah Swt sehingga mustahil ada makhluk yang dapat hidup tanpa rezeki yang ditetapkan Allah Swt untuknya.

“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allahlah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(QS Al-Ankabut [29]:60)

2. Rezeki tidak akan datang bila kita melakukan pelanggaran atau maksiat kepada Allah Swt. Bila ternyata kita melakukannya namun banyak mendapat rezeki, itu adalah istidraj (penguluran dari Allah Swt, tetapi kemudian akan dijatuhkan secara sangat menyakitkan dan mungkin tiba-tiba) dan tak akan pernah memberikan kenikmatan dan kebahagiaan bagi manusia yang memilikinya.

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.”(QS Al-An’am [6]:44)

3. Rezeki akan dimudahkan oleh Allah Swt dengan melakukan berbagai amal shalih dan ketaqwaan.

“Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”.(QS Ath-Thalaq [65]:2-3)

4. Rezeki adalah hak prerogatif mutlak Allah Swt dan urusan manusia hanyalah berusaha sehingga pantas bila kita memohon rezeki hanya kepada Allah Swt semata.

“Kepunyaan-Nya lah perbendaharaan langit dan bumi, Dia melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan(nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”(QS Asy-Syura [42]:12)

5. Rezeki adalah sesuatu yang telah ditentukan kadarnya. Tidak akan berkurang karena kita dekat dengan Al-Qur’an, dan tidak akan bertambah bila kita jauh dari Al-Qur’an. Kita mestinya yakin bahwa semakin dekat kita kepada Allah Swt dan Al-Qur’an maka insya Allah akan dimudahkan rezeki oleh-Nya.

Kaitan antara rezeki dengan aktivitas berinteraksi dengan Al-Qur’an seringkali merupakan sesuatu yang dibuat-buat oleh manusia. Penyebabnya mungkin karena kurangnya sifat zuhud dan qonaah sehingga proses dan interaksi tersebut menjadi sangat memberatkan dan melelahkan jasmani dan rohani.

Kita dapat belajar dari sekeliling kita, rezeki manusia sepenuhnya ada di tangan Allah Swt, akan diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, tanpa pandang pendidikan, jabatan, dsb. Keyakinan tersebut akan muncul bila kita berada dalam ketaatan kepada Allah Swt. Bagi yang berdawkah di jalan Allah atau menjadi penghafal Al-Qur’an, tak ada kaitan antara perannya tersebut dengan luas dan sempitnya rezeki. Perasaan manusia dalam urusan rezeki sering dikotori godaan syaitan. Kuncinya: “bersabarlah”.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 6, 2011 inci Motivasi Qur'ani

 

Tag:

TAUJIH 10 : Meraih Cita-cita dari yang Terdekat


“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka.” (QS Al-Baqarah [2]:201)

Hakikat orientasi kehidupan seorang muslim tidak terlepas dari dua cita-cita besar di atas walaupun akhirat harus lebih diutamakan.

“Dan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal” (QS Al-A’la [87]:17)

Manusia memiliki sifat tergesa-gesa atau senang dengan yang disegerakan. Misalnya segera menerima gaji setelah bekerja, segera ada apresiasi dari lingkungan setelah beramal shalih, segera mendapatkan banyak pendukung ketika berdakwah, dan sebagainya. Yang demikian adalah contoh target jangka pendek yang dicita-citakan mu’min sebelum mencapai tujuan tertinggi, surga Allah di akhirat kelak.

Dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an, kadang kita merasa berat dengan apa yang telah dan harus dilakukan sehingga hanya mampu terdiam tanpa melakukan apa-apa untuk meningkatkan kemampuan dari segi kuantitas dan kualitas. Sejak kecil, remaja hingga dewasa, tak ada tambahan hafalan Al-Qur’an yang berarti.

Salafush shalih beranggapan bahwa setiap mu’min pasti membutuhkan Al-Qur’an sebagai penyejuk hati dalam mencari ketenangan, ketentraman dan kenikmatan yang sejati. Untuk mendapatkan hal seperti itu, diperlukan usaha terkecil dan termudah untuk segera dimulai. Kalau belum mampu membaca Al-Qur’an dengan baik, misal membedakan huruf shad, dlad, dla, coba targetkan dalam satu bulan untuk mengucapkan satu huruf shad saja sampai benar. Upaya yang dilakukan harus sungguh-sungguh seperti bertanya, mendengar kaset, membaca, talaqqi, atau melalui VCD tahsin tilawah.

Demikian pula dalam usaha menghafal Al-Qur’an, mulailah dengan yang termudah menurut ukuran kita. Dalam bulan ini kita targetkan hafal 1 halaman saja (sementara orang lain yang dikaruniai Allah Swt semangat dan kemampuan menghafal yang tinggi, satu halaman bisa dihafal dalam sehari). Namun bagi kita, itulah kemampuan yang paling pas dan paling mungkin untuk segera dilakukan.

Kiat tersebut dimaksudkan agar kita tidak dibebani perasaan berat, tak mampu, tak berbakat. Mungkin hal itu benar untuk seluruh Al-Qur’an, tapi jika untuk hafal 1 juz saja dalam 1 tahun? Sesungguhnya yakinlah, kita memiliki kemampuan itu.

Perlu dipahami, apakah keengganan jiwa kita untuk berinteraksi dengan Al-Qur’an itu terhalang oleh kapasitas yang ada di dalam diri kita atau justru terhalang oleh kondisi jiwa kita yang belum dapat menikmati dan menghayati makna Al-Qur’an? Kalau karena kapasitas, latih diri seperti di atas, tapi kalau bukan, maka kita harus banyak bertaubat, beramal shalih serta berdoa agar Allah Swt membersihkan jiwa kita sehingga dapat menerima Al-Qur’an sebagai hidangan Allah Swt yang terlezat dalam kehidupan ini.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 5, 2011 inci Motivasi Qur'ani

 

Tag:

TAUJIH 9 : Mencari Figur Teladan


“Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS Al-Qalam [68]:4)

Ketika iman kita semakin baik, tanpa terasa semakin banyak kebiasaan sehari-hari kita yang dipengaruhi oleh figur Rasulullah Saw yang kita cintai, kagumi, ikuti dan teladani. Figur seseorang dalam kadar tertentu biasanya sangat bermanfaat untuk menjadi sumber motivasi dan inspirasi dalam meraih suatu keinginan, termasuk untuk berinteraksi dengan Al-Qur’an.
Untuk itu, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:

  1. Jangan sampai mempunyai sikap hanya mau beramal shalih jika figurnya ada di sampingnya, sebagaimana sikap membelotnya bani Israil ketika ditinggalkan Nabi Musa As untuk menerima wahyu dari Allah Swt. Mereka syirik kepada Allah Swt dengan menyembah patung anak sapi dari emas.
  2. Tidak boleh mengultuskan figur. Betapapun berhasilnya ia dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an, dia tetap manusia biasa yang punya lupa dan khilaf. Kekecewaan terhadap figur dapat mengakibatkan futur yang mampu menghentikan amal. Fokuskan pandangan pada kelebihan seseorang, bukan orangnya. Kalau dia seorang penghafal Al-Qur’an maka fahamilah bahwa Allah Swt telah memberi kelebihan kepada hamba-Nya pada bidan tersebut sedangkan dalam bidang yang lain mungkin belum dikuasainya, karena kesempurnaan hanya milik Allah Swt.
  3. Mulailah mencari figur terjauh dan terdekat, mulai dari Rasulullah Saw, para Shahabat, Tabi’in, Tabi’it Tabi’in, dan orang-orang shalih setelah mereka hingga di sekeliling kita. Dengan berfigur kepada orang yang saat ini masih ada di sekitar kita, kita akan dapat melihat langsung sepak terjangnya, keikhlasannya, kontribusinya, kegigihannya dan lain sebagainya. Caranya bisa dekat dengan pribadinya, baik melalui tulisan, ceramah, maupun tilawahnya secara langsung maupun tidak.
  4. Manfaat figur hanya sebatas patokan dalam beramal. Jangan berharap lebih, tetaplah menjadi diri sendiri. Yang menjadi figur bagi Umar bin Khattab Ra adalah Rasulullah Saw, tetapi pada kenyataannya potret kehidupan mereka berbeda dan punya ciri khas masing-masing. Rasulullah Saw lembut sedangkan Umar Ra berwatak keras.

Jadi, hakikat berfigur kepada seseorang hanya sebatas kepada esensinya saja, tidak lebih.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 4, 2011 inci Motivasi Qur'ani

 

Tag:

Taujih 8 : Berdoalah Sebanyak-Banyaknya


“Dan Tuhanmu berfirman: ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.’ ” (QS Al-Mu’min [40]: 60)

Berdoa adalah lambang rasa rendah diri dan ketidakberdayaan manusia di hadapan Allah yang dapat menumbuhkan perasaan ubudiyah (penghambaan) kepada Allah Swt.

Rasulullah Saw menjelaskan masalah ini dalam sebuah hadits: “Tidaklah di atas bumi ini seorang muslim berdoa kepada Allah, kecuali Allah akan memberinya tiga hal:

  1. Allah akan memberinya sesuai dengan yang ia minta;
  2. atau Allah akan menghindarkannya dari kejahatan yang setara dengan doanya, selama tidak berdoa dengan suatu dosa atau memutus tali silaturahmi. Seseorang bertanya, ‘kalau kita perbanyak doa’? Rasul menjawab: ‘Allah lebih banyak lagi’
  3. Dalam riwayat lain, Allah akan menyimpan untuknya pahala sesuai dengan doanya” (HR At-Turmudzi, Hasan Shahih).

Mungkin kita punya keinginan untuk berinteraksi dengan Al-Qur’an tetapi berulangkali gagal dalam melakukannya, bahkan sekedar khatam sebulan sekali pun susah. Bila demikian keadaannya, artinya iman kita berada pada kondisi prihatin karena hari-hari kita sebulan penuh sangat minim diwarnai oleh Al-Qur’an.

Dalam kondisi itu, kalau kita sedih artinya insya Allah dapat memperbaiki diri, tetapi bila masa bodoh/mencari pembenaran artinya kita harus banyak belajar lagi tentang hakikat keimanan kepada Al-Qur’an. Sepantasnya kita khawatir kalau sampai umur kita habis tetapi belum tertarik untuk hidup ‘di bawah naungan’ Al-Qur’an.

Alangkah indahnya bila kita rajin berdoa, bukan cuma untuk urusan dunia, seperti harta dan yang lainnya melainkan seperti ini: “Ya Allah tolonglah aku agar dapat rajin membaca kitab suci-Mu, memahaminya, mentadabburinya dan mengamalkannya. Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah Engkau Maha Tahu apa yang ada di dalam diriku, yaitu suatu keinginan yang sangat kuat untuk hidup bersama kitab suci-Mu. Ya Allah Engkau yang memiliki kitab suci ini, Engkau Maha Kuasa untuk memberikan kepada siapa yang Engkau kehendaki kemampuan untuk hidup bersama kitab suci-Mu.”

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

  1. Meyakini bahwa doa kita pasti akan dikabulkan oleh Allah Swt, tidak tergesa-gesa meminta agar dikabulkan segera. Konsentrasikan pikiran kita kepada aktifitas berdoanya, bukan kepada dampak dan hasil dari doanya agar kita tidak diliputi oleh perasaan bahwa doa kita lama sekali terkabulnya.
  2. Mencari waktu yang dijanjikan bahwa doa akan lebih cepat dikabulkan, seperti saat selesai shalat wajib, antara adzan dan qamat, sepertiga akhir malam, saat wukuf di Arafah, sujud, dll.
  3. Melakukan berbagai macam tawassul berupa amal shalih yang mendahului doa untuk membangun kedekatan dengan Allah Swt terlebih dahulu agar pada saat berdoa hubungan kita menjadi istimewa. Bentuknya dapat berupa istighfar, bershalawat kepada Rasulullah Saw, shaum, khatam Qur’an dsb.
  4. Berdoa dengan ilhah (terus menerus dan ngotot). Kalau dalam urusan duniawi kita sudah terbiasa melakukannya, bisakah pula kita melakukannya dalam urusan akhirat?
  5. Ikuti semua aturan dan adab berdoa, mulai dengan memuji Allah Swt sebanyak-banyaknya, bershalawat kepada Rasulullah Saw, menghadap kiblat, dsb.

Berdoalah kepada Allah Swt sebanyak-banyaknya dengan khusyu, tawadlu dan penuh harap.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 3, 2011 inci Motivasi Qur'ani

 

Tag: